SEJARAH PERIODISASI PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
Pengertian
Tarikh Tasyri’
Secara terminologi, tarikh merupakan informasi tentang pemikiran, ilmu,
dan pengetahuan manusia yang membahas tentang perkembangan manusia itu sendiri
dengan peristiwa yang menyertainya. Di
kalangan ahli hukum Islam, pengertian
dari tasyri’ adalah pembentukan garis-garis besar hukum Islam dan pembentukan
teori-teori hukum Islam.[1]
Dan Pengertian dari tarikh tasyri’ itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari
tentang keadaan syariat Islam dari zaman Rasulullah hingga zaman setelahnya dan
seterusnya, yang mana zaman-zaman tersebut telah terbagi dengan fase-fase yang
telah ditentukan dimana ahli fiqh serta mujtahid memiliki peran yang sangat besar
dalam penentuan hukum Islam pada zamannya.
Pembagian Masa Pembentukan Hukum
Islam
Pada prinsipnya, hukum Islam bersumber dari wahyu Ilahi, yakni
Al-Quran, yang kemudian dijelaskan lebih rinci oleh Nabi Muhammad saw. melalui
Sunnah dan hadisnya. Wahyu ini menentukan norma-norma dan konsep-konsep dasar
hukum Islam yang sekaligus merombak aturan atau norma yang sudah mentradisi di
tengah-tengah masyarakat manusia. Namun demikian, hukum Islam juga
mengakomodasi berbagai aturan dan tradisi yang tidak bertentangan dengan
aturan-aturan dalam wahyu Ilahi tersebut.
Bagi Umat Islam, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat jibril yang berlangsung
selama kurang lebih 23 tahun. Kitab suci ini merupakan petunjuk dalam kehidupan bagi
orang-orang bertakwa, bahkan seluruh manusia. Al-qur’an adalah pegangan dan sandaran utama
untuk mengetahui dalil-dalil dan hukum Syara’, karena itu Al-qur’an merupakan
aturan-aturan asasi, sumber dari segala sumber dan pokok dari segala pokok.[2]
Untuk itu, dalam konteks ini al-qur’an merupakan sumber hukum yang mutlak, sementara
hukum yang disebut sebagai fiqih merupakan sumber produk ijtihad yang terbatasi
oleh waktu dan tempat.
Terdapat
beberapa macam cara dari kalangan ulama
fiqh kontemporer dalam menyusun sejarah pembentukan dan pembinaan hukum (fiqh)
Islam. yang pertama, menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan dosen Universitas
Cairo). Dalam bukunya yang berjudul Tarikh At-Tasyri’ Al-Islamy
(Sejarah Pembentukan Hukum Islam), Ia membagi masa pembentukan hukum Islam
dalam enam periode, yaitu:
1. Periode awal, sejak Muhammad
bin Abdullah diangkat menjadi Rasul.
2.
Periode para sahabat besar (Khulafa’ Ur-Rasyidiin)
3.
Periode tabi’in.
4.
Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H.
5.
Periode pertengahan abad ke-4 H sampai periode jatuhnya
Baghdad
Dan yang kedua, menurut Mustafa
Ahmad Az-Zarqa (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Dalam bukunya, Al-Mudkhal Al-Fiqhi Al-‘Amm (Pengantar Umum fiqh Islam), ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan hukum
Islam dalam tujuh periode, Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek sampai
periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam
(periode menurut Syekh Khudari Bek) menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Periode sejak pertengahan
abad ke-7 H sampai munculnya Majalah al-Ahkam al-‘Adliyyah (Hukum Perdata
Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H,
2. Periode sejak munculnya
Majalah al-Ahkam al-‘Adliyyah sampai sekarang.
Hukum Islam Pada Masa Rasulullah SAW
(610-632 M)
Sumber-sumber Hukum
yang digunakan pada zaman Rasul ada tiga yaitu
Al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad. Pada masa kenabian, terdapat dua periode
pembinaan hukum islam, yaitu periode mekkah yang dikenal dengan periode
penanaman akidah dan akhlak, dan yang kedua yaitu periode madinah yang dikenal
sebagai periode penataan dan pemapanan masyarakat. Periode pembentukan dan
pertumbuhan hukum islam dimulai pada fase tasyri’ (perundang-undangan
hukum islam) di masa kenabian yang dimulai ketika Allah mengutus Nabi Muhammad
SAW membawa wahyu yang berupa Al-Qur’an saat beliau berada di gua Hiro pada
hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah (611 M). Periode ini merupakan
pertumbuhan tasyri’ yang berlangsung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Pada periode ini ada dua fase yaitu :
- Fase Rasulullah
berada di Makkah (selama 12 tahun), fokus utama fase ini adalah penyebaran
dakwah ketauhidan dan berusaha memalingkan umat manusia dari menyembah berhala.
- Fase Rasul berada di
Madinah (selama 10 tahun), pada fase ini media-media dakwah telah berjalan
lancar dan Islam telah terbina menjadi umat dan menjadi satu pemerintahan.
Hukum
Islam pada Masa Khulafa’ Ur-Rasyidin
Sejak meninggalnya Nabi terputus pula wahyu, masalah
terus muncul melingkupi kehidupan para sahabat. Bahkan, meninggalnya Nabi
merupakan awal terjadinya perbedaan paham di kalangan sahabat. Meskipun ini
tidak berarti pada masa Nabi saw. hidup tanpa masalah. Akan tetapi kehadiran
Nabi dapat menjadi rujukan yang terpercaya karena ia didampingi wahyu. Pasca
wafatnya Rasulullah saw., tidak jarang sahabat melakukan ijtihad karena
tantangan hidup dan kondisi sosio-historis sudah berbeda dengan masa Nabi saw.
Terjadilah perbedaan pandangan dan pendapat di kalangan sahabat.
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat sahabat
ada tiga yaitu : pertama, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Al-Qur’an, (Terdapatnya
lafadz yang mengandung dua pengertian seperti perselisihan mereka dalam
memahami kata Quru’ dalam firman Allah pada Q.S 2:168. Umar dan Ibnu Mas’ud
memahami bahwa Quru’ itu haid sedang Zaid bin Tsabit memahami bahwa Quru’ itu
suci. Dan Terdapat dua hukum yang berbeda dalam dua persoalan yang diduga salah
satunya mencakup bagian yang lain.),
kedua, Faktor-faktor yang berhubungan dengan sunnah, (Tidak semua sahabat mendengar hadist yang
disampaikan oleh Nabi, dalam hal ini mereka melakukan ijtihad dengan ra’yun nya), dan ketiga,Faktor-faktor yang berkaitan dengan ijtihad.
Sepeninggalan Rasulullah SAW, para sahabat melanjutkan
misi kerasulan dengan terus mensyiarkan ajaran Islam. Kekhawatiran para sahabat
terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam dengan banyaknya para sahabat
yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad
dan kafir. Solusi untuk menghindari kekhawatiran itu, Abu
Bakar atas usul Umar ibn al-Khattab, yakni mengumpulkan al-Qur’an berupa
hafalan dan catatan para sahabat. Sahabat yang paling banyak terlibat dalam
penyusunan Al-Qur’an adalah Zaid Ibn Tsabit, karena beliau adalah penulis wahyu
Nabi Muhammad SAW.
Adapun langkah-langkah menetapkan hukum yang dilakukan
para sahabat, di antaranya Abu Bakar, adalah:
1.
Mencari ketentuan hukum dalam Al-Qur’an.
2. Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, ia mencari
ketentuan hukum dalam hadist Rasulullah SAW.
3. Apabila tidak menemukannya dalam keduanya, ia bertanya
kepada sahabat lain apakah Nabi Muhammad SAW
telah memutuskan persoalan yang sama pada zamannya. Jika ada yang tahu, ia akan
memutuskan perkara itu berdasarkan keterangan itu dengan mempertimbangkan
beberapa syarat.
4. Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia
mengumpulkan para sahabat dengan bermusyawarah untuk memutuskan persoalan yang
dihadapi. Jika ada kesepakatan di antara mereka, ia jadikan kesepakatan itu
sebagai keputusan (ijma’).
Hukum Islam pada Masa Tabi’in
Era tabi’in yang dimaksudkan dalam perbincangan ini
bermula dari tarikh peralihan kuasa pemerintahan dan pentadbiran ke tangan Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan pada tahun 41 H dan
berlanjut hingga awal kurun kedua hijrah yaitu tarikh berakhirnya kerajaan Bani
Umayyah. Era ini lebih dikenali dengan era tabi’in.
Periode ini merupakan era keemasan hukum Islam atau masa pembuahan, karena pada
masa ini perkembangan negara dalam segala bidang kehidupan mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Salah satunya ditandai dengan mulai dilakukan pengumpulan
dan pembukuan hukum.
Generasi tabi’in merupakan orang yang sempat berguru
dengan tokoh-tokoh ilmuan dari generasi para sahabat seperti Abu Bakr, ‘Umar,
Ustman, Ali, Zayd bin Tsabit, Abdullah Ibn Mas’ud. Pada periode ketiga ini
pengaruh ra’yu (ar-ra;yu pemikiran tanpa berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah
secara langsung) dalam fiqh semakin berkembang karena ulama Madrasah al-hadist
juga mempergunakan ra’yu dalam fiqh mereka. Di samping itu, di Irak muncul pula
fiqh Syi’ah yang dalam beberapa hal berbeda dari fiqh Ahlussunnah wal Jama’ah
(Imam yang empat).
Menurut Ibn al-Qayyim hukum Islam pada masa
tabi’in disebarkan oleh para pengikut 4 (empat) sahabat terkemuka, yaitu:
- Ibn Mas’ud,
- Zaid Ibn Tsabit,
- Abdullah Ibn Umar dan
- Abdullah Ibn Abbas.
Pada masa ini terdapat tiga wilayah dalam pengembangan
hukum Islam, yaitu: Iraq, Hijaz dan Syiria. Adapun langkah-langkah yang dilakukan para tabi’in dalam penetapan hukum
Islam ialah:
1.
Mencari ketentuan dalam Al-Qur’an.
2.
Apabila ketentuan itu tidak didapatkan dalam al-Qur’an lalu mencarinya dalam hadist.
3.
Apabila tidak di keduanya, merekakembali pada pendapat
para sahabat.
4.
Apabila tidak kesemuanya, mereka melakukan ijtihad.
Dengan demikian, sumber penetapan hukum pada masa tabi’in
meliputi Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ atau pendapat sahabat dan, Ijtihad.
[1] Harith
Suleiman Faruqi, Taruqi’s Law Dictionary English-Arabic, ed. IV,
(Beirut: Librarie Duliban, 1991), hal. 11
[2] Zakaria Al-Bisri, Masadiri Al-Ahkam Al-Islamiyah, (Kairo: Dar
Al-Ittihad AL-Arabi Littaba’ah, 1975), hal.16
[3] Khudari Bek, Tarikh Tasyri’ Al-Islami, alih bahasa Mhd. Zuhri (Indonesia
: Darul Ikhya, t.t), hal. 4
No comments:
Post a Comment