Thursday, March 14, 2019

SEJARAH PERIODISASI PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM (TARIKH TASYRI’)


SEJARAH PERIODISASI PERKEMBANGAN  HUKUM ISLAM
(TARIKH TASYRI’)
Pengertian Tarikh Tasyri’
Secara terminologi, tarikh merupakan informasi tentang pemikiran, ilmu, dan pengetahuan manusia yang membahas tentang perkembangan manusia itu sendiri dengan peristiwa yang menyertainya. Di kalangan ahli hukum Islam,  pengertian dari tasyri’ adalah pembentukan garis-garis besar hukum Islam dan pembentukan teori-teori hukum Islam.[1] Dan Pengertian dari tarikh tasyri’ itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan syariat Islam dari zaman Rasulullah hingga zaman setelahnya dan seterusnya, yang mana zaman-zaman tersebut telah terbagi dengan fase-fase yang telah ditentukan dimana ahli fiqh serta mujtahid memiliki peran yang sangat besar dalam penentuan hukum Islam pada zamannya.
Pembagian Masa Pembentukan Hukum Islam
Pada prinsipnya, hukum Islam bersumber dari wahyu Ilahi, yakni Al-Quran, yang kemudian dijelaskan lebih rinci oleh Nabi Muhammad saw. melalui Sunnah dan hadisnya. Wahyu ini menentukan norma-norma dan konsep-konsep dasar hukum Islam yang sekaligus merombak aturan atau norma yang sudah mentradisi di tengah-tengah masyarakat manusia. Namun demikian, hukum Islam juga mengakomodasi berbagai aturan dan tradisi yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan dalam wahyu Ilahi tersebut.
Bagi Umat Islam, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat jibril yang berlangsung selama kurang lebih 23 tahun. Kitab suci ini merupakan petunjuk dalam kehidupan bagi orang-orang bertakwa, bahkan seluruh manusia. Al-qur’an adalah pegangan dan sandaran utama untuk mengetahui dalil-dalil dan hukum Syara’, karena itu Al-qur’an merupakan aturan-aturan asasi, sumber dari segala sumber dan pokok dari segala pokok.[2] Untuk itu, dalam konteks ini al-qur’an merupakan sumber hukum yang mutlak, sementara hukum yang disebut sebagai fiqih merupakan sumber produk ijtihad yang terbatasi oleh waktu dan tempat.
Terdapat beberapa macam cara  dari kalangan ulama fiqh kontemporer dalam menyusun sejarah pembentukan dan pembinaan hukum (fiqh) Islam. yang pertama, menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan dosen Universitas Cairo). Dalam bukunya yang berjudul Tarikh At-Tasyri’ Al-Islamy (Sejarah Pembentukan Hukum Islam), Ia membagi masa pembentukan hukum Islam dalam enam periode, yaitu:
1.      Periode awal, sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Rasul.
2.      Periode para sahabat besar (Khulafa’ Ur-Rasyidiin)
3.      Periode tabi’in.   
4.      Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H.
5.      Periode pertengahan abad ke-4 H sampai periode jatuhnya Baghdad
6.      Periode abad ke-7 H yaitu jatuhnya Baghdad  oleh Hulagu Khan (1217-1265) sampai sekarang.[3]

Dan  yang kedua, menurut  Mustafa Ahmad Az-Zarqa  (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Dalam bukunya, Al-Mudkhal Al-Fiqhi Al-Amm (Pengantar Umum fiqh Islam), ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan hukum Islam dalam tujuh periode, Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek sampai periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam (periode menurut Syekh Khudari Bek)  menjadi dua bagian, yaitu:
1. Periode sejak pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya Majalah al-Ahkam al-‘Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H,
2.    Periode sejak munculnya Majalah al-Ahkam al-‘Adliyyah sampai sekarang.

Hukum Islam Pada Masa Rasulullah SAW (610-632 M)
Sumber-sumber Hukum yang digunakan pada zaman Rasul ada tiga yaitu Al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad. Pada masa kenabian, terdapat dua periode pembinaan hukum islam, yaitu periode mekkah yang dikenal dengan periode penanaman akidah dan akhlak, dan yang kedua yaitu periode madinah yang dikenal sebagai periode penataan dan pemapanan masyarakat. Periode pembentukan dan pertumbuhan hukum islam dimulai pada fase tasyri’ (perundang-undangan hukum islam) di masa kenabian yang dimulai ketika Allah mengutus Nabi Muhammad SAW membawa wahyu yang berupa Al-Qur’an saat beliau berada di gua Hiro pada hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah (611 M). Periode ini merupakan pertumbuhan tasyri’ yang berlangsung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Pada periode ini ada dua fase yaitu :
  1. Fase Rasulullah berada di Makkah (selama 12 tahun), fokus utama fase ini adalah penyebaran dakwah ketauhidan dan berusaha memalingkan umat manusia  dari menyembah berhala.
  2. Fase Rasul berada di Madinah (selama 10 tahun), pada fase ini media-media dakwah telah berjalan lancar dan Islam telah terbina menjadi umat dan menjadi satu pemerintahan.
Hukum Islam pada Masa Khulafa’ Ur-Rasyidin
Sejak meninggalnya Nabi terputus pula wahyu, masalah terus muncul melingkupi kehidupan para sahabat. Bahkan, meninggalnya Nabi merupakan awal terjadinya perbedaan paham di kalangan sahabat. Meskipun ini tidak berarti pada masa Nabi saw. hidup tanpa masalah. Akan tetapi kehadiran Nabi dapat menjadi rujukan yang terpercaya karena ia didampingi wahyu. Pasca wafatnya Rasulullah saw., tidak jarang sahabat melakukan ijtihad karena tantangan hidup dan kondisi sosio-historis sudah berbeda dengan masa Nabi saw. Terjadilah perbedaan pandangan dan pendapat  di kalangan sahabat.
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat sahabat ada tiga yaitu : pertama, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Al-Qur’an, (Terdapatnya lafadz yang mengandung dua pengertian seperti perselisihan mereka dalam memahami kata Quru’ dalam firman Allah pada Q.S 2:168. Umar dan Ibnu Mas’ud memahami bahwa Quru’ itu haid sedang Zaid bin Tsabit memahami bahwa Quru’ itu suci. Dan Terdapat dua hukum yang berbeda dalam dua persoalan yang diduga salah satunya mencakup bagian yang lain.), kedua, Faktor-faktor yang berhubungan dengan sunnah, (Tidak semua sahabat mendengar hadist yang disampaikan oleh Nabi, dalam hal ini mereka melakukan ijtihad dengan ra’yun nya), dan ketiga,Faktor-faktor yang berkaitan dengan ijtihad.
Sepeninggalan Rasulullah SAW, para sahabat melanjutkan misi kerasulan dengan terus mensyiarkan ajaran Islam. Kekhawatiran para sahabat terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam dengan banyaknya para sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad dan kafir. Solusi untuk menghindari kekhawatiran itu, Abu Bakar atas usul Umar ibn al-Khattab, yakni mengumpulkan al-Qur’an berupa hafalan dan catatan para sahabat. Sahabat yang paling banyak terlibat dalam penyusunan Al-Qur’an adalah Zaid Ibn Tsabit, karena beliau adalah penulis wahyu Nabi Muhammad SAW.
Adapun langkah-langkah menetapkan hukum yang dilakukan para sahabat, di antaranya Abu Bakar, adalah:
1.      Mencari ketentuan hukum dalam Al-Qur’an.
2.  Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, ia mencari ketentuan hukum dalam hadist Rasulullah SAW.
3.    Apabila tidak menemukannya dalam keduanya, ia bertanya kepada sahabat lain apakah Nabi Muhammad SAW telah memutuskan persoalan yang sama pada zamannya. Jika ada yang tahu, ia akan memutuskan perkara itu berdasarkan keterangan itu dengan mempertimbangkan beberapa syarat.
4.    Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para sahabat dengan bermusyawarah untuk memutuskan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan di antara mereka, ia jadikan kesepakatan itu sebagai keputusan (ijma’).

Hukum Islam pada Masa Tabi’in
Era tabi’in yang dimaksudkan dalam perbincangan ini bermula dari tarikh peralihan kuasa pemerintahan dan pentadbiran ke tangan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan pada tahun 41 H dan berlanjut hingga awal kurun kedua hijrah yaitu tarikh berakhirnya kerajaan Bani Umayyah. Era ini lebih dikenali dengan era tabi’in. Periode ini merupakan era keemasan hukum Islam atau masa pembuahan, karena pada masa ini perkembangan negara dalam segala bidang kehidupan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Salah satunya ditandai dengan mulai dilakukan pengumpulan dan pembukuan hukum.
Generasi tabi’in merupakan orang yang sempat berguru dengan tokoh-tokoh ilmuan dari generasi para sahabat seperti Abu Bakr, ‘Umar, Ustman, Ali, Zayd bin Tsabit, Abdullah Ibn Mas’ud. Pada periode ketiga ini pengaruh ra’yu (ar-ra;yu pemikiran tanpa berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah secara langsung) dalam fiqh semakin berkembang karena ulama Madrasah al-hadist juga mempergunakan ra’yu dalam fiqh mereka. Di samping itu, di Irak muncul pula fiqh Syi’ah yang dalam beberapa hal berbeda dari fiqh Ahlussunnah wal Jama’ah (Imam yang empat).
Menurut Ibn al-Qayyim hukum Islam pada masa tabi’in disebarkan oleh para pengikut 4 (empat) sahabat terkemuka, yaitu:
  1. Ibn Mas’ud,
  2. Zaid Ibn Tsabit,
  3. Abdullah Ibn Umar dan
  4.  Abdullah Ibn Abbas.
Pada masa ini terdapat tiga wilayah dalam pengembangan hukum Islam, yaitu:  Iraq, Hijaz dan Syiria. Adapun langkah-langkah yang dilakukan para tabi’in dalam penetapan hukum Islam ialah:
1.      Mencari ketentuan dalam Al-Qur’an.
2.      Apabila ketentuan itu tidak didapatkan dalam al-Qur’an lalu  mencarinya dalam hadist.
3.      Apabila tidak di keduanya, merekakembali pada pendapat para sahabat.
4.      Apabila tidak kesemuanya, mereka melakukan ijtihad.

Dengan demikian, sumber penetapan hukum pada masa tabi’in meliputi Al-Qur’an, Hadist,  Ijma’ atau pendapat sahabat dan, Ijtihad.



[1] Harith Suleiman Faruqi, Taruqi’s Law Dictionary English-Arabic, ed. IV, (Beirut: Librarie Duliban, 1991), hal. 11
[2] Zakaria Al-Bisri, Masadiri Al-Ahkam Al-Islamiyah, (Kairo: Dar Al-Ittihad AL-Arabi Littaba’ah, 1975), hal.16
[3] Khudari Bek, Tarikh Tasyri’ Al-Islami, alih bahasa Mhd. Zuhri (Indonesia : Darul Ikhya, t.t), hal. 4

No comments:

Post a Comment

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN

PROGRAM PELATIHAN KEPEMIMPINAN “DAARUL KHILAFAH” BERDASARKAN SURAT AL-BAQARAH AYAT : 30 , TENTANG KEPEMIMPINAN DAN KAITANNYA DENGAN KEMAJUAN BANGSA.

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah             Setiap manusia diberi tugas oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muk...

POSTINGAN TERPOPULER